NONGKRONG.CO - Sekitar 3 kilometer dari Candi Prambanan, terdapat sebuah situs kuno yang beberapa tahun ke belakang ramai diperbincangkan. Situs tersebut menyimpan kisah tentang legenda yang diceritakan turun temurun, yang konon, memiliki kelindan dengan cerita Roro Jonggrang dengan Bandung Bondowoso.
Konon, pada zaman dahulu, situs Ratu Boko merupakan sebuah pusat kerajaan. Maka dari itu, situs ini disebut juga sebagai Keraton Ratu Boko. Kerajaan Baka atau Boko ketika itu dipimpin oleh ayah dari Roro Jonggrang.
Jika dilihat dari aristektur sekitar situs, memang tidak salah jika tempat ini disebut sebagai keraton. Dari pintu masuk, pengunjung sudah disambut dengan bangunan menyerupai gapura atau gerbang istana yang terdiri dari dua susun.
Setelah memasuki gerbang tersebut, pengunjung akan langsung disuguhi pemandangan tanah lapang yang luas. Di sebelah kiri terdapat sebuah candi yang sempat dikira sebagai tempat pembakaran jenazah (setelah diteliti, abu pada candi adalah sisa pembakaran kayu biasa), serta sumur suci. Di sebelah kanan, terdapat bangunan lebar, yang menyerupai pondasi alun-alun.
Baca Juga: Prambanan: Antara Kisah Roro Jonggrang dan Rakai Pikatan
Tidak jauh dari situ, terdapat paseban atau balai yang dipergunakan untuk menghadap raja. Kemudian ada juga pendopo, keputren, gua, dan yang terakhir ada gardu pandang.
Jika dilihat sekilas, sisa-sisa bangunan yang terdapat di situs ini memang menyerupai denah sebuah keraton. Tapi, apakah benar, Ratu Boko adalah keraton atau tempat tinggal Roro Jonggrang di masa lampau?
Bahkan, yang cukup menggelitik, ada sebagian orang yang percaya bahwa Ratu Boko berupakan peninggalan dari kerajaan Ratu Balqis. Boko - Balqis. Sejalan juga dengan lokasi wilayah ini yang berada dekat dengan daerah Sleman, yang kemudian dikorelasikan dengan Nabi Sulaiman. Sleman - Sulaiman.
Namun, asumsi tersebut dapat dipastikan hanya berdasarkan cocoklogi semata, tanpa riset ilmiah dan tinjauan literasi yang mendalam, serta tidak melibatkan penelitian yang bersumber dari data valid.
Kawasan yang terletak di ketinggian lebih dari 190.000 mdpl ini sudah ada sejak masa Kerajaan Medang Mataram saat Rakai Panangkaran memerintah. Diperkirakan, bangunan ini mulai dibangun pada sekitar abad ke-8 Masehi oleh Wangsa Syailendra yang beragama Buddha, tapi setelahnya diambil alih oleh penerus Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu.
Baca Juga: Secuil Kisah Candi Kalasan
Salah satu sumber sejarah yang menjadi acuan dalam meneliti sejarah dari situs ini adalah Prasasti Abhayagiriwihara yang berangka tahun 792 Masehi. Prasasti ini ditulis dengan huruf Pranagari, yang menjadi salah satu ciri prasasti Buddha.
Prasasti Abhayagiriwihara menyebutkan bahwa Raja Tejapurnama Panangkarana telah memerintahkan pembangunan Abhayagiriwihara. Menurut para ahli, abhaya berarti tanpa hagaya atau damai, giri berarti gunung atau bukit. Sementara wihara adalah tempat ibadah atau biara untuk para biksu. Maka dapat disimpulkan, Abhayagiriwihara adalah biara yang dibangun di sebuah bukit yang penuh kedamaian.
Raja Tejapurnama Panangkarana sendiri merujuk pada Rakai Panangkaran. Selain dalam Prasasti Abhayagiriwihara, nama ini juga disebut dalam Prasasti Kalasan (779 M), Prasasti Mantyasih (907 M), dan Prasasti Wanua Tengah III (908 M).
Artikel Terkait
Prambanan: Antara Kisah Roro Jonggrang dan Rakai Pikatan
Hubungan antara Kertanegara, Kublai Khan, dan Raden Wijaya: Kisah 3 Kerjaan Kuno di Asia
Akhir Kisah Kerajaan Kadiri dan Kemunculan Kerajaan Singhasari
Candi Lumbung: Candi Bercorak Buddha dalam Kompleks Prambanan
Candi Bubrah dan Candi Sewu : 2 Candi Bercorak Buddha dalam Kompleks Prambanan
Sejarah Singkat Candi Plaosan
Secuil Kisah Candi Kalasan