NONGKRONG.CO - Sebelum Zionisme modern hadir, saat itu Yerusalem sedang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Turki Usmani. Kesultanan ini juga sempat menghancurkan Bait Suci, tempat ibadah umat Yahudi.
Yahudi menjadi bangsa yang terusir. Perlahan, mulai muncul kultur diaspora serta model keagamaan baru yang disebut Yudaisme Rabinis.
Umat Yahudi yang menyebar ke seluruh dunia ini kemudian menyadari bahwa tanah yang mereka benar-benar inginkan dan butuhkan dalam menjalankan urusan keagamaan adalah Yerusalem, yang ketika itu merupakan bagian dari wilayah Palestina. Dari situlah muncul keinginan untuk kembali ke Yerusalem dan Palestina.
Sejak saat itu, umat Yahudi berbondong-bondong melakukan migrasi ke Palestina. Tujuan utamanya adalah semangat dalam membangun sebuah koloni atau kelompok besar Yahudi di Palestina. Alasan lainnya, sebagian besar orang Yahudi yang berasal dari Eropa Timur turut mengalami penganiyayaan besar atau disebut juga pogrom oleh semangat antisemitisme.
Baca Juga: Sinopsis Film Jojo Rabbit: Hitler dan Komedi Satir tentang Nazi dan Antisemitsme
Sekitar tahun 1800-an akhir, seorang pengacara dan jurnalis Yahudi bernama Theodor Herzl memiliki ide untuk membentuk sebuah gerakan yang bernama Zionisme. Awal mulanya adalah ketika ia melihat fakta bahwa umat Yahudi yang tersebar di seluruh dunia, selain mengalami antisemitisme, juga berjumlah minoritas.
Cita-citanya pun semakin kuat agar kaum Yahudi dipersatukan ke dalam suatu wilayah. Awal mulanya adalah ketika ia menerbitkan buku berjudul Der Judenstaat atau Negara Yahudi pada tahun 1896.
Buku tersebut memantik lebih banyak orang-orang Yahudi yang tersebar untuk mewujudkan sebuah negara Yahudi. Herzl pun didaulat sebagai ketua organisasi Zionisme. Untuk pertama kalinya, organisasi ini mengadakan Kongres Zionis Pertama pada 29 Agustus 1897.
Gerakan Zionisme segera memulai rencana awal mereka, yaitu mendirikan sebuah negara untuk kaum Yahudi. Pada awalnya, gagasan ini tidak serta merta diterima oleh seluruh tokoh Yahudi. Beberapa di antaranya menolak, seperti Hermann Cohen, Judah L. Magnes, Karl Popper, dan Martin Bubber.
Baca Juga: Sejarah Yahudi Sebagai Sebuah Bangsa
Alasan penolakan tersebut adalah karena menurut mereka, gagasan pendirian negara Yahudi justru bertolak belakang dengan visi Yahudi yang seharusnya malah menyebar ke seluruh dunia.
Namun, gerakan ini terus berlanjut. Perlahan-lahan, migrasi orang-orang Yahudi semakin banyak di tanah Palestina. Hingga tahun 1947, diperkirakan jumlah umat Yahudi ke Palestina mencapai angka 543.000 orang.
Di masa yang bersamaan, kedatangan orang-orang Yahudi tersebut mendesak masyarakat asli Palestina. Ratusan ribu komunitas Arab Palestina seperti terusir dari tanah yang mereka tempati sendiri, tidak punya tempat tinggal, dan harus rela tanahnya diduki oleh orang-orang Yahudi.
Mau tidak mau mereka harus mengungsi. Tempat yang dipilih sementara adalah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta negara-negara tetangga seperti Suriah, Yordania, dan Lebanon.
Artikel Terkait
Israel Kembali Menyerang!
Hal Yang Bisa Kita Renungkan Dari Perang Israel dan Palestina
Menteri Luar Negeri Australia Menyatakan Tidak Akan Mengakui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel
Sinopsis Film Jojo Rabbit: Hitler dan Komedi Satir tentang Nazi dan Antisemitsme
NATO: Organisasi Bentukan Amerika Serikat Sejak Perang Dingin dan Keterlibatannya dengan Perang Rusia Ukraina
Sejarah Yahudi Sebagai Sebuah Bangsa
Baldwin IV: Raja Yerusalem yang Mengidap Sakit Lepra
Kisah Singkat Yerusalem dalam Sudut Pandang 3 Agama