Kabar mengenai proklamasi kemerdekaan segera menyebar dari mulut ke mulut. Di hari yang sama, 17 Agustus, seluruh Kota Jakarta sudah mengetahui mengenai berita itu. Di Utara, tepatnya di Jalan Juanda sekarang, beberapa seniman yang tergabung dalam Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan) berembuk mengenai berita itu dan bersepakat membentuk Seniman Merdeka sejak akhir Agustus 1945.
Seniman Merdeka adalah usaha seniman untuk membantu revolusi. Seniman-seniman ini adalah sineas Usmar Ismail, komponis Cornel Simandjuntak, Suryo Sumanto, Djadoeg Djajakusuma, pelukis S. Sudjojono, Basuki Resobowo, penyanyi dan pemusik Sarifin, Rasjidi, Suhaimi serta satu-satunya wanita Malidar Malik atau Ny. Hadiyuwono (Rosihan Anwar; 1989).
Dengan menggunakan truk peninggalan Jepang di bagian sandiwara Pusat Kebudayaan, Seniman Merdeka berkeliling kota jakarta sembari memainkan alat musik, bernyanyi dan berpidato, membakar semangat rakyat untuk membantu perjuangan. Terkadang Seniman Merdeka juga mengadakan show keliling di berbagai daerah seperti Penjaringan, Kebayoran Lama, Manggarai dan Senen. Lagu-lagu perjuangan seperti Darah Ra’jat didengungkan berkali-kali:
Darah Ra’jat masih berdjalan
Menderita sakit dan miskin
Pada datangnja pembalasan
Ra’jat mendjadi hakim
Hayo, hayo bergerak sekarang
Kemerdekaan telah datang