NONGKRONG.CO - Dewasa ini, negara kita dilanda masalah yang bertubi tubi. Mulai dari tragedi Kanjuruhan di Malang, terbunuhnya seorang Brigadir Kepolisian Republik Indonesia, hingga aksi demo kepala desa yang meminta masa jabatannya menjadi naik hingga 9 tahun. Sudah 25 tahun Indonesia reformasi, sudah 25 tahun kekuasaan orde baru telah berakhir. Namun permasalahan Hak Asasi Manusia, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tidak pernah usai. Masalah yang saya jabarkan di atas, hanya sedikit dari masalah yang begitu banyak di negara tercinta ini.
Melihat hal ini, saya menilai ada satu indikasi yang menjadi pemicu permasalahan di Indonesia tidak kunjung selesai, yaitu akibat arogansi aparat di Indonesia. Disclaimer, disini saya tidak melegitimasikan seluruh aparat di Indonesia itu angkuh dan pemicu masalah di Indonesia, namun disini saya akan memaparkan dari sudut pandang dan hasil riset saya melalui bacaan, baik itu buku dan media mainstream.
Kita mulai dari kasus terbunuhnya seorang Brigadir Kepolisian Republik Indonesia, yang dilakukan oleh Jenderalnya sendiri. Brigadir Joshua namanya, atau yang akrab dikenal dengan Brigadir J. Almarhum merupakan ajudan dari Jenderal Bintang Dua atau Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yang kini telah dicopot jabatannya karena kasus pembunuhannya terhadap Brigadir J. Sangat miris bukan? Seorang mantan Jenderal Kepolisian, yang lebih paham hukum dari masyarakat sipil, berani membunuh ajudannya sendiri. Apa lagi kita masyarakat biasa.
Dari informasi yang saya temukan di media-media massa, banyak perbedaan tentang motif terbunuhnya Brigadir J tersebut. Saya simpulkan menjadi dua motif yang bertolak belakang. Pertama, Ferdy Sambo sakit hati dengan Joshua karena telah melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya yaitu Putri Candrawati. Kedua, Brigadir Joshua tahu banyak tentang rahasia-rahasia gelap dari petinggi Kepolisian Republik Indonesia, termasuk mantan petingginya tersebut, Ferdy Sambo.
Dari dua motif tersebut saya menyimpulkan, pertama jika motif pertama diterima oleh pihak Hakim di persidangan Sambo, maka terjadi pembenaran terhadap tindakan Sambo karena Joshua melakukan pelecehan seksual terhadap istrinya. Kedua, jika motif kedua lebih diterima oleh pihak Hakim di persidangan Sambo, maka hukuman berat sudah pasti menimpanya.
Motif pertama tentu tidak masuk akal dan justru mengada ngada, melansir dari (cnnindonesia.com), "menurut ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Santoso meyakini bahwa dugaan pecelehan seksual terhadap Putri Candrwati (Istri Sambo) hanya alibi untuk pembelaan diri." Ini bukan saya loh yang ngomong, tetapi langsung dari pakarnya yaitu, IPW (Indonesia Police Watch). Sampai dengan hari ini, kasus pembuhan Brigadir Joshua yang dilakukan oleh terdakwa Ferdy Sambo, belum juga menemui titik terang.
Selanjutnya kita bahas ragedi Kanjuruhan di Malang. Tragedi ini bukan hal sepele, ia merupakan kasus pelanggaran HAM berat, yang menewaskan ratusan supporter di Stadion Kanjuruhan pada pertandingan Persebaya melawan Arema, 1 Oktober 2022. Menurut TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta), ada 754 orang yang menjadi korban keganasan tragedi tersebut, dan dari 745 orang tersebut 134 nyawa meninggal dunia. Tragis, memilukan, dan tidak masuk akal, dimana sebuah acara olahraga menjadi tontonan yang berharga, malah menjadi petaka.
Baca Juga: Depo Pertamina Plumpang Kebakaran, Sudin Gulkarmat Turunkan 90 Personil di Lokasi dan 18 Unit Damkar
Pada penanganan kasus Kanjuruhan, banyak pihak yang lempar tangan seakan tidak bersalah, terutama Federasi Sepak Bola Indonesia, PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia). Pihak PSSI malah menyalahkan pihak Panpel (Panitia Pelaksana) pada malam pertandingan tersebut.
Namun pihak Panpel tidak terima atas tuduhan sepihak tersebut. Pihak Panpel sudah meminta permohonan kepada PSSI agar jadwal pertandingan antara Persebaya dan Arema tersebut tidak dilaksanakan pada malam hari, namun pada sore hari mengingat pertandingan tersebut adalah derbi yang cukup sengit dan panas, yang bisa memicu terjadinya kerusuhan.
Pada dasarnya, kerusuhan tersebut tidak akan bertambah gaduh jika pihak Kepolisian setempat sebagai petugas keamanan, tidak menggunakan gas air mata untuk menenangkan masa. Stadion yang ramai dan padat justru bisa membahayakan banyak orang apabila menggunakan gas air mata.
Baca Juga: Usai Ditetapkan Sebagai Pelaku Penganiayaan, Agnes Mengundurkan Diri Dari SMA Tarakanita 1
Pihak Kepolisian sudah melanggar aturan FIFA pada saat pertandingan di Kanjuruhan, FIFA sebagai Federasi Sepak Bola Dunia mengecam dan melarang penggunaan gas air mata sebagai pengendalian kerusuhan supporter. Tidak itu saja, aparat Kepolisian juga melanggar Peraturan Kapolri, antara lain sebagai berikut:
Artikel Terkait
Agama Ferdy Sambo, Kopda Muslimin, Keterlibatan Oknum Aparat dalam Kejahatan, Bisnis Haram, dan Perselingkuhan
PSSI Menjawab soal Tindakan Aparat Menembakkan Gas Air Mata di Kerusuhan Kanjuruhan
Polisi Selidiki Pengendara Mobil Arogan Dalam Video Viral di Twitter, Ancam Korban Pakai Samurai
Viral! Pengendara Mobil Arogan Ancam Pengendara Lain Pakai Samurai, Akhirnya Diselidiki Polisi
Kronologi Pengendara Mobil Arogan Yang Nekat Ancam Pengendara Lain Pakai Samurai di Jaksel
Pengendara Fortuner Arogan Resmi Jadi Tersangka dan Dijerat Ancaman Pidana Dua Tahun