NONGKRONG.CO- Ada orang-orang yang namanya tersimpan rapi di hati, walau puluhan tahun belum pernah bertemu lagi.
Begitulah aku menyimpan nama Mas Ashad Kusuma Djaya dan istrinya, Mbak Saffana Intani Hadziq, sebagai pasangan yang sangat kuhormati.
Kukenal mereka sejak dua puluh lima tahun yang lalu, dalam ruang-ruang diskusi yang bisa berlangsung sampai pagi. Yang membuka mata, pikiran dan hati. Walau mengorbankan waktu tidur dan bermimpi. Mereka termasuk orang-orang yang membuatku betah berdialektika di HMI.
Mas Ashad yang baik, ramah, cerdas, dan mengagumkan. Ketua HMI Cabang yang selalu rendah hati walau ilmunya tinggi.
Salah satu yang sangat mengesankan bagiku ketika itu, ia menulis buku yang dijadikan souvenir bagi tamu yang menghadiri pernikahannya dengan Mbak Intan.
"Jangan takut menikah walau belum punya apa-apa," katanya waktu itu, membocorkan sedikit isi bukunya.
Baca Juga: Sugeng Tindak Nani Wijaya, Sang Legenda, Swargi Langgeng
Mungkin buku itu takkan ada tanpa kesediaan Mbak Intan menerima pinangannya. Mbak Intan yang cantik, pintar, ramah dan baik hati, adalah salah satu pemateri ketika aku mengikuti Latihan Kader (LK) II HMI.
Salah satu nasehatnya yang masih kucatat, "Kalian harus bisa menjadi pencetus gagasan, bukan hanya bisa mengkritisi gagasan."
Setelah bertahun-tahun tak bertemu, betapa senang hatiku ketika menemukan akun mereka berdua di Facebook.
Baca Juga: Sebuah Perenungan dalam Sajak-Sajak Goenawan Mohamad
Berlipat-lipat syukurku mengetahui mereka masih seperti yang dulu. Masih berjuang di dunia Literasi dan pengkaderan, masih menebar ilmu dan manfaat di tengah masyarakat. Kali ini, bersama tiga putra putri yang soleh/solehah dan berprestasi.
Maka, ketika kubaca berita kepulangan Mas Ashad ke hadirat Tuhannya pagi ini, rasa kehilangan yang aneh melingkupi hatiku.
Artikel Terkait
Ashad Kusuma Djaya, Sang Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama
Refleksi Ulil Albab (Mengenang Nasehat pernikahan dari Ki Ashad Kusuma Djaya)
Apa yang Tersisa dari Kematian? Kesaksian Atas Mendiang Ashad Kusuma Djaya