NONGKRONG.CO - Apa yang tersisa dari Kematian?
Bagi banyak orang, mungkin adalah kenangan. Bagiku? mungkin sama saja, karena dalam kenangan itulah, mereka hidup dan tersenyum berkali-kali, sepanjang kita terus menengoknya.
Pagi ini ada berita yang mengejutkanku, seorang kawan lama, dapat dianggap sebagai senior (senpai!, begitulah panggilan di Komik- Komik Silat yang sering kubaca dulu), telah menapaki jalan keabadian, jalan misterius yang bahkan tidak akan diambil dengan sengaja oleh orang yang paling berani sekalipun, kalau tanpa didasari alasan dan keyakinan.
Sebagai orang yang mengaku berani (tolong jangan diprotes, ini hanyalah mengaku, mengaku-aku, yang pusatnya pastilah aku, dengan huruf a yang sangat kecil tentunya), bisa kalian bayangkan betapa naifnya aku kan?, hehehe...
Kang Ashad, begitu aku biasa memanggilnya, seorang yang luar biasa, seorang yang baik, seorang yang sabar, setidaknya itulah yang aku ingat, meskipun tidak semua hal aku bersepakat dengannya.
Kalau boleh mengandaikan, ibarat para samurai, beliau bisa dianggap setara master, ahli pedang, kenshi, jiwanya tertempa dengan keras oleh berbagai latihan dan pertempuran, ulet, dan teguh, seperti Takezo yang terus menerus berlatih menempa diri, melalui berbagai rintangan dan riak kehidupan, akhirnya dikenal sebagai Musashi.
Perjalanan hidup beliau tidaklah mudah, tidak lulus dari UGM bukan karena bodoh, tapi idealis, apa yang beliau yakini, akan beliau pertahankan, meskipun gelar yang jadi pertaruhan (jangan samakan kondisi kampus sekarang dengan masa "perjuangan" beliau, sangat jauh berbeda, urgensi maupun nuansanya, apalagi kebijakan kampusnya)
Pernikahan? Inilah yang cukup menarik, karena kami adalah bagian dari saksi hidup masa-masa awal pernikahan beliau yang sungguh inspiratif (kata kawan Lay).
Ada yang cukup menggelitik saat beliau dengan semangat menggelora bercerita tentang kisah pernikahannya, akan kucoba menggambarkan berdasarkan ingatanku yang seadanya.
Saat itu, kami berkumpul dan mengobrol, mungkin ada sekitar delapan orang, sebagai satu-satunya orang yang sudah menikah, ketika membahas tentang lika-liku mendapatkan pasangan, tentu saja beliau paling shahih untuk berbicara diantara semuanya, dan itu harus diterima dengan lapang dada ataupun terpaksa.
Kang Ashad :" Kalau kalian mau menikah, carilah wanita yang mau menerima kalian apa adanya, bukan ada apanya."
Yang lain menatapnya dengan pasrah (tentu saja, kami bisa apa?dia sudah menikah, kami masih tikung sana tikung sini, tebar jaring sebanyak-banyaknya, tebar pesona kemana-kemana, dan sia-sia!)
Beliau melanjutkan : "Dulu aku mengajak nikah banyak orang, banyak yang menolak, karena melihatku sebagai orang yang tidak menjanjikan, tapi banyak juga yang mau menerimaku meskipun kondisiku seperti itu, kalian tahu apa yang membuatku mantap dengan mbak Intan?"
"Piye mas?" (Entah kenapa semuanya khusyu' mendengarkan, dan harus didengarkan, karena ini adalah jurus pamungkas, ramuan ajaib pembalik nasib, pemusnah segel terlarang dari sekte kuno, penyemangat para lelaki nestapa seperti kami).
Artikel Terkait
Ashad Kusuma Djaya, Sang Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama
Refleksi Ulil Albab (Mengenang Nasehat pernikahan dari Ki Ashad Kusuma Djaya)