NONGKRONG.CO - Presiden Indonesia Joko Widodo, telah mengambil pendekatan yang hati-hati pada potensi keanggotaan Indonesia dalam kelompok ekonomi BRICS. Walau terdapat sejumlah spekulasi dan diskusi tentang hal ini, sikap Jokowi supaya fokus dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan penting ini.
Gagasan sebagai anggota BRICS telah menjadi topik yang memikat dan penuh intrik. Tetapi, kelihatan tawaran ini belum diperoleh dengan segenap hati oleh pemerintah Indonesia.
Laporan-laporan ini menandai bahwa tawaran Indonesia supaya bergabung dengan BRICS telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Pendekatan istimewa ini menampakkan bahwa Indonesia belum seutuhnya siap menjadi keanggotaan BRICS.
Baca Juga: Kalah Lagi! Manchester United Ditaklukan saat Menjamu Brighton di Old Trafford
Sesudah menghadiri KTT BRICS, Presiden Jokowi menekankan bahwa Indonesia sungguh akan mempertimbangkan kemungkinan guna bergabung dengan kelompok negara berkembang tersohor ini. Tetapi, penting diingat bahwa pertimbangan ini ditambah dengan proses evaluasi yang menyeluruh dan teliti.
Proses pengambilan keputusan Indonesia menerapkan sebuah studi komprehensif tentang potensi keuntungan dan kerugian dari keanggotaan BRICS. Pendekatan yang hati-hati ini menggambarkan komitmen Pemerintah Indonesia guna membuat opsi yang tepat dalam berhubungan afiliasi ekonomi dan geopolitik Indonesia.
Ada berbagai pendapat mengenai apakah Indonesia harus melanjutkan keanggotaan BRICS. Sejumlah pakar berasumsi bahwa bekerjasama dengan BRICS mampu membawa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak perlu dan kompleks, yang barangkali lebih besar ketimbang manfaatnya.
Baca Juga: Democrazy, eh Demokrasi: cerpen Trip Umiuki
Para pakar ini menekankan pokoknya mempertimbangkan dengan hati-hati implikasi dari bermitra dengan kelompok ini, disebabkan hal ini mampu mempengaruhi lanskap ekonomi dan politik Indonesia secara berarti. Selain itu, Presiden Jokowi memanfaatkan KTT BRICS sebagai suatu platform agar dapat mengadvokasi persatuan di antara negara-negara berkembang.
Walau Indonesia barangkali berhati-hati dalam keanggotaan BRICS, dorongan Jokowi bagi negara-negara berkembang agar bersatu dalam kerangka kerja BRICS menunjukkan tujuan diplomatiknya yang lebih luas. Sikap diplomatik ini seiring dengan kontribusi Indonesia dalam sejarah perpolitikan internasional sebagai pemimpin dalam diplomasi regional dan komitmennya guna membina berhubungan di antara negara-negara berkembang.
Harus dicatat bahwa di antara diskusi seputar potensi keanggotaan Indonesia di BRICS, tidak dikatakan bahwa Presiden Jokowi dengan aktif mencari keanggotaan di Organisasi Kerja Sama Pembangunan Ekonomi (OECD).
Baca Juga: Pemkab Ngawi Minta Wilmar Perluas Kemitraan Karena Terbukti Positif dan Lancar
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa fokus Indonesia saat ini masih berpusat pada penjajakan opsi-opsi di negara-negara berkembang seperti BRICS daripada mengejar keanggotaan di forum-forum ekonomi yang didominasi oleh negara-negara Barat.
Sebagai kesimpulan, pendekatan Presiden Jokowi yang berhati-hati terhadap keanggotaan BRICS menggarisbawahi kompleksitas dari keputusan tersebut.
Sementara Indonesia merenungkan langkah penting ini, kepemimpinan negara ini secara hati-hati mengevaluasi potensi keuntungan dan kerugiannya.
Artikel Terkait
Ganjar Pranowo Tepis Isu Joko Widodo Sebagai Ketum PDIP; Jangan Buat Cerita Fitnah dan Hoax!
Mewakili Presiden Joko Widodo Hadiri Lebaran Betawi 2023, Sandiaga Uno Bahas ini
Mata Uang Baru BRICS, Apakah Ini Langkah Menuju Standar Emas yang Baru
BRICS Berupaya Membangun Dunia yang Multipolar, Bukan Kubu yang Tertutup
Sah! BRICS Tambah Anggota Baru yaitu Mesir, Iran, UEA, Ethiopia, Argentina dan Arab Saudi
Absennya Indonesia dalam BRICS mencerminkan kebijakan non-blok selama beberapa dekade