NONGKRONG.CO ---Ibu Negara, cerbung Bagian 64. DALAM masa kepemimpinan Presiden Herman Haryanto inilah, aku dan Bastian menikahkan anak-anak putri kami, Siti Aisyah Berlian Persada dan Siti Fatimah Berlian Persada.
Keduanya memilih menikah dengan bule-bule muslim yang mereka kenali di Amerika. Aku dan Bastian tidak bisa menolak. Walaupun sebenarnya kami lebih menginginkan menantu-menantu dari Indonesia, tetapi takdir telah bicara.
Seperti menantu-menantu sebelumnya, mereka bukan orang asing bagi kami. Orang tua menantu-menantu laki-laki kami adalah diplomat dan duta besar, sahabat-sahabat baik kami. Globalisasi telah membuat segala perbedaan sering tidak berarti.
Baca Juga: Filosofi Jawa: Berbudi Bawa Leksana
Aku dan Bastian tidak bisa menahan haru saat melepaskan putri-putri kami kembali ke Amerika. Melanjutkan studi, mengikuti suami-suami mereka. Betapa jalan hidup tidak bisa diduga.
Kini aku dan Bastian kembali merasakan betapa lebih lengangnya rumah, saat kami hanya berdua menjelang malam.
Kalau sudah begitu, kami akan bercengkerama mengingat masa lalu dan sejarah. Berdua duduk khusyuk mentadaburi Al Quran dan memanjatkan doa di lepas sholat malam untuk seluruh negeri. Keseharian yang indah dan bermakna.
Baca Juga: Filosofi Jawa: Rawe-rawe Rantas, Malang-malang Putung
ADAM dan Yusuf kembali ke Indonesia. Keduanya sama-sama bergerak di bidang politik. Sebagai warga negara yang matang dan mapan, sudah pasti banyak pihak yang melirik agar mereka kembali meneruskan kinerja kami.
Semula Adam dan Yusuf berminat untuk turun sebagai legislatif di DPR, tetapi karena tuntutan kiri kanan dan juga restu kami, keduanya pun mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
Tidak akan ada orang yang keliru. Walaupun kembar, tetapi Adam dan Yusuf memiliki perbedaan yang jelas. Istri mereka berbeda. Orang tidak akan salah mengenali.
Baca Juga: Filosofi Jawa: Becik Ketitik Ala Ketara
Malam-malam kemudian, kami lalui dalam banyak doa dan istikharah. Kami meminta kebaikan semua pihak. Kami menyadari sepenuhnya bahwa tugas memimpin negara bukanlah tugas ringan. Tugas yang bisa menjadi jalan kebaikan sekaligus jalan kecelakaan kalau tidak amanah dalam mengembannya.
Sementara aku dan Bastian, merasa tidak sepenuhnya mengerti anak-anak kandung kami. Waktu dan jarak, bisa jadi telah mengubah karakter dasar yang kami bentuk.
Artikel Terkait
Teman Dari Amsterdam - Bagian 1
Ibu Negara Cerbung Bagian 1