Mengenang Sapardi; Merangkum Jejak Hujan di Bulan Juni

- Rabu, 22 Maret 2023 | 20:31 WIB
Sapardi Djoko Damono (Instagram Sapardi Djoko Damono)
Sapardi Djoko Damono (Instagram Sapardi Djoko Damono)

NONGKRONG.CO - 83 tahun yang lalu, seorang anak laki-laki lahir ke dunia. Entah apakah ia mengetahui atau tidak, bahwa di masa depan, ia akan menjadi salah satu tokoh ternama Indonesia yang lekat dengan puisi.

Beliau adalah Sapardi Djoko Damono--seorang pujangga yang menelurkan ratusan (atau kemungkinan besar menyentuh angka ribuan) puisi selama ia masih aktif bergerak di bidang sastra. Dalam kesusastraan Indonesia, Sapardi termasuk ke dalam sastrawan angkatan 1970-an.

Salah satu puisinya yang paling populer, ya, tentu saja, Hujan Bulan Juni. Puisi ini tidak berhenti sebagai sebuah puisi, tapi juga dibuat dalam bentuk novel dan dialih wahanakan dalam sebuah film. Bahkan, musisi (alm.) Ari Malibu dan Reda Gaudiamo turut mengapresiasi puisi ini lewat musikalisasi bertajuk Hujan Bulan Juni

Hujan Bulan Juni, seperti kebanyakan puisi Sapardi yang lain, memiliki makna yang sarat dengan arti hidup dan kebijaksanaan. Atau, puisi ini bisa jadi juga memiliki makna lain, yang dapat ditafsirkan berbeda bagi setiap pembacanya.  

tak ada yang lebih tabah

dari hujan bulan juni

dirahasiakannya rintik rindunya

kepada pohon berbunga itu

(Hujan Bulan Juni, 1989)

 Baca Juga: Hujan Bulan Juni Dan Ketabahan Ala Sapardi Djoko Damono

Jejak kepenyairan Sapardi terangkum dalam sekitar 20 buku puisi. Selain Hujan Bulan Juni, buku puisi Sapardi yang cukup terkenal ada Dukamu Abadi (terbit tahun 1969), Arloji (terbit tahun 1998), dan Melipat Jarak (terbit tahun 2015). 

Selain berkarya lewat puisi, Sapardi juga menelurkan kumpulan cerpen, novel, terjemahan, hingga buku-buku nonfiksi. Beberapa di antaranya adalah Trilogi Soekram (novel, terbit tahun 2015), Yang Fana Adalah Waktu (novel, terbit tahun 2018), Lelaki Tua dan Laut (terjemahan The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway, terbit tahun 1973). 

Membaca karya Sapardi bagaikan memasuki rerimbun kebun yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-warni. Bahasanya lembut nan santun, serta mengandung metafora yang tidak jarang membuat siapa saja yang membaca berdecak kagum. 

sementara kita saling berbisik

Halaman:

Editor: Noor Wahid Al-Mutakassirah

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Suwe Ora Jamu pada Hari Jamu Nasional ke-15

Sabtu, 27 Mei 2023 | 16:20 WIB

Cerpen Aiko dan Kehidupan Barunya

Sabtu, 27 Mei 2023 | 11:34 WIB
X